Metode Belajar Aktif Pendidikan Anak Usia DIni

May 26, 2016 by admin on SD/MI, UMUM

Metode Belajar Aktif Pendidikan Anak Usia DIni

Anak ibarat benih yang harus kita jaga, kita semaikan, dan kita pupuk agar menjadi pohon pribadi (kalimatuth thoyyibah/takwa) yang baik dan kokoh hingga berbuah yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain (QS.14 : 24-26).

Bermain (play) ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Bermain secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif (hiburan). Bermain aktif, dalam bermain aktif kesenangan timbul dari apa yang dilakukan individu, apakah dalam bentuk kesenangan berlari atau dengan membuat sesuatu dengan lilin atau cat. Anak-anak kurang melakukan kegiatan bermain secara aktif ketika mendekati masa remaja dan mempunyai tanggung jawab lebih besar di rumah dan di sekolah serta kurang bertenaga karena pertumbuhan pesat dan perubahan tubuh. Hiburan, dalam bermain pasif atau hiburan, kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energy. Anak yang menikmati temannya bermain, memandang orang atau hewan di televise, menonton adegan lucu atau membaca buku adalah bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenangannya hampir seimbang dengan anak yang menghabiskan sejumlah besar tenaganya di tempat olah raga atau tempat bermain.

Lalu bagaimana bermain dapat menjadi pendekatan yang paling tepat digunakan pada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)?

1.      Sesuai dengan Dasar Hukum. “Siapa yang memiliki anak hendaklah ia bermain bersamanya dan menjadi sepertinya. Siapa yang menggembirakan hati anaknya maka ia bagaikan memerdekakan hamba sahaya. Siapa yang bergurau/ bercanda untuk menyenangkan hati anaknya maka ia bagaikan menangis karena takut kepada Allah Azza wajalla” (HR Abu Dawud&Tirmidzi). “Keringat anak (karena bermain) di waktu kecilnya akan menambah kecerdasan di waktu besarnya (HR Tirmidzi).

2.      Sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Karakteristik anak usia dini ialah usia berkelompok, bermain, dan bereksplorasi.

3.      Belajar akan lebih efektif kalau anak dalam keadaan fun (senang/bahagia). Dalam keadaan emosi negative, otak akan memproduksi kortisol, yang akan menyebabkan meningkatnya kewaspadaan terhadap ancaman, yang menjadikan sinafs tidak peka terhadap stimulasi, hingga akhirnya proses belajar terhambat. Lain halnya dengan anak dalam keadaan emosi positif/ menyenagkan, otak akan memproduksi serotonin, yang akan memerintahkan pikiran supaya tenang dan menerima informasi/ sinafs terbuka terhadap stimulasi sehingga mempermudah proses belajar.

4.      Bermain dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak serta mengakomodir semua tipe/ gaya belajar anak, yaitu tipe visual dalam melihat, tipe auditori dalam mendengar, tipe kinestetik dalam bergerak, tipe taktil dalam meraba dan merasakan.

5.      Anak lebih berminat dan termotivasi untuk belajar

6.      Konsentrasi anak lebih bisa dipertahankan.

7.      Dapat memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Anggota tubuh, objek-objek di sekitar rumah atau sekolah, dll.

8.      Proses kreatif untuk bereksplorasi, menemukan keterampilan baru, memahami symbol, dan membangun pengertian

9.      Anak belajar memahami berbagai aturan

10.  Menyalurkan kelebihan energy dan emosi

11.  Perkembangan fisik. Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan yang bila terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah, dan mudah tersingguh.

12.  Dorongan berkonunikasi. Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.

13.  Penyeluran bagi energy emosional yang terpendam. Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.

14.  Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan bermain. Anak yang tidak mampu mencapai peran pemimpin dalam kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu dengan menjadi pemimpin tentara mainan.

15.  Sumber belajar. Bermain member kesempatan untuk mempelajari hal melalui buku, televise, atau menjelajah lingkungan, yang tidak diperoleh anak dari belajar dirumah.

16.  Rangsangan bagi kreativitas. Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak-anak menemikan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya, mereka dapat mengalihkan minta kreatifnya ke situai di luar dunia bermian.

17.  Perkembangan wawasan diri. Dengan bermain, anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan teman bermainnya. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep.

Terdapat pula beberapa fungsi bermain yaitu, mempengaruhi perkembangan fisik anak, mempengaruhi perkembangan kognitif anak, membantu sosialisasi anak, membantu meningkatkan perkembangan moral meliputi tanggung jawab, kerja sama, jujur, dll, membantu komunikasi, membuat perencanaan (planning).

Disisi lain terdapat juga kerawanan dalam perkembangan bermain, yaitu; terlalu banyak bermain, ketidakseimbangan antara avtive play (tidak bisa diam) dengan amusement (susah bersosialisasi), ketidakseimbangan antara social & solitary play, penekanan pada jenis kelamin, peralatan tidak sesuai dengan perkembangan anak, tidak ada bimbingan, selalu happy ending.